Ketika Aku Menjadi Warga yang Digusur

7:10:00 PM

Sebuah sudut di Studio Radio Kampus ITB

Aku ga pernah benar-benar bisa merasakan empati terhadap warga yang digusur, sampai hari kemarin…

Campur aduk, kesel tapi ya mau gimana lagi.

(DISCLAIMER : INI PANDANGAN PRIBADI DAN TIDAK MEWAKILI APA-APA)

Kemarin dan hari Senin, aku dan beberapa kru Radio Kampus ITB (RK) yang lain bertemu dengan pihak prodi X yang intinya berdiskusi untuk Studio RK dipindah. Ya studio Radio Kampus ITB, tempat aku belajar banyak hal semenjak tahun pertama di ITB. Ini bukan pertama kalinya studio kami diarahkan untuk pindah, studio kami sempat diperkecil ukurannya di tahun 2013 oleh prodi yang sama dengan suatu alasan pada saat itu. Aku menjadi salah satu kru beruntung yang masih sempat melihat bagaimana wujud studio sebelum diperkecil ukurannya, gak semua kru RK angkatan 2013 sempat melihat wujud studio yang masih sangat leluasa untuk berkegiatan.


Aku tergerak untuk bantuin temen-temen kru yang pengurusnya kebanyakan angkatan 2015 (ya 2 angkatan dibawahku, aku jadi pengurus sudah 2 tahun yang lalu) karena tentunya merasa ga pengen dong tempat yang sering aku tempati ini nantinya hilang. Jadi mindset pribadi yang dibawa untuk berdiskusi pada awalnya adalah pokoknya sebisa mungkin jangan pindah.
Sebelumnya sudah ada beberapa pertemuan dengan prodi X. Kami juga meminta kepada advokasi kabinet untuk memberikan solusinya. Tapi sampai detik ini pun kalau sangat terpaksa haruss pindah kami masih belum tahu kemana.


  


Day 1

Pertemuan kemarin (hari Senin) sebenarnya dipicu salah satu kru RK yang ditegur pada hari Jumat lalu mengenai harus setelah menggunakan studio, harus menemui kepala lab hari Senin. Karena memang sebenernya pernah ada surat untuk memindahkan barang-barang sebelum lebaran dari prodi X tapi setelah itu muncul surat dari Direktorat Sarana Prasarana (sarpras) dianjurkan untuk menunggu sampai ada tempat baru (yang membuat kami ogah untuk pindah dong berarti).
Dengan niat baik kami hari Senin mau berdiskusi dengan kepala lab, menjelaskan apa yang kami pahami selama ini. Waktu itu aku, Monce (RK 2014) dan Nadya (RK 2015) yang dateng. Haha lumayan mewakili lah ya dari angkatan 2013-2015. Ketika kami bertiga masuk aku sengaja bawa kamera Yi 4K yang biasa dipake buat ngevlog.
Kita mulai deh tuh perkenalan, trus tiba2 si bapaknya nyuruh kamera distop. Karena kaget disertai dengan syok, ya beneran distop deh waktu itu. Trus langsung dimasukin tas, yaudah Pak udah nih saya masukin Pak. Eh si bapak malah bilang sini kameranya sini (gelagat mau disita). Masih dalam keadaan kaget, ya gakmau lah aku dikira anak SD barang pake disita. Trus nanti saya ngevlog gimana Pak :(
Bapaknya jadi bingung mungkin sedikit kesel gak berekspektasi pembicaraan ini bakal direkam. Trus keluar pernyataan kalian gausah ngomong sampe aku keluar. Makin syok. Yaudah aku keluar aja deh, tapi ngebisikin sama Nadya sama Monce jangan ada deal apa-apa dulu tunggu kebijakan direksi (pengurus RK).
Lanjut deh mereka ngobrolin masalah ini. Aku nunggu aja di lorong, sambil mereka diskusi. Keluar bentar mereka trus ngeliat kondisi studio RK ada barang apa aja. Balik lagi, trus diskusinya di ruangan yang bedaa. Tapi waktu ke ruangan yang beda ini katanya barang-barang yang dibawa tas HP gitu-gitu disuruh tinggalin. Duh aneh ya parno direkam kali si Bapak, memang apa yang dibicarakan di dalem itu gimana sih.
Ya pasca pembicaraan Monce, Nadya dan Bapak tersebut, kami pun sedikit berdiskusi lagi. Intinya ruangan di lab harus direnovasi di Minggu ini, RK pindahin aja barang-barangnya sementara sampai selesai liburan ke ruangan dosen di X. Pihak prodi akan bantu blow up masalahnya ke ITB biar dapet pengganti (yang ini kami masih belum paham maksudnya). Disarankan kami juga seharusnya aktif berhubungan dengan sarpras dan Lembaga Kemahasiswaan (LK).
Kami setelah itu berinisiatif ke sarpras yang gedungnya beda, lumayan jauh lah dari tempat RK. Sayangnya aku berhalangan ke sarpras jadinya tinggal Monce dan Nadya deh. Setelah mereka bicara ke sarpras, intinya masih tetep sama. RK disuruh tunggu sementara di tempat lama dulu aja sampe ada ruangan pengganti. Bahkan surat yang kemarin udah dikasi diprint ulang. Dan disana sarpras juga menegaskan bahwa kalau memang butuh ruangan itu urusan fakultas/prodi dengan sarpras, mahasiswa gausah terlalu banyak ngepush.
Di hari pertama ini Nadya, Monce dan ada juga Bagas mau lanjut langsung omongin lagi ke pihak X tapi ternyata tidak bisa ditemui dan pertemuan akan dilanjutkan di besoknya. Sip deh selesai cerita hari pertama.

Day 2

Kami ngumpul dulu lah, di hari ke-2 ini yang bakal ketemu pihak X adalah Aku, Nadya, Bagas dan Hanan. Jam 10 rencananya ketemu sama pihak X tapi sebagai kru RK kita musti samain frame dulu dong jangan sampe ada salah-salah kata nantinya. Intinya kita harus main cantik sopan se elegan mungkin gitu. Walaupun kemarin diusir, kata mereka itu mendingan aku tetep ikut lagi aja dan bantuin ngomong.
Oke lah go kami jalan ke TU X. Bapak yang kami temui kemarin ternyata sedang ga ada di ruangan dan sedang rapat (padahal di hari pertama sebenernya bilang ketemunya yang penting sebelum jam 12). Trus kami diarahkan ke ruang rapat. Dosen yang bersangkutan yang kemarin diskusi sama kami datang keluar dan menanyakan apa yang perlu dibicarakan lagi sambil berdiri. Kami bilang mau menyampaikan hasil ketemu dengan sarpras kemarin (kami ekspektasi ngomongin hal ini duduk bareng-bareng gitu).
Yaudah kalian masuk aja, waktunya 10-15 menit untuk menjelaskan. Kata Bapak itu. Ya saya bingung juga kenapa tiba-tiba dimasukin ke dalam rapat yang isinya dosen-dosen X. Tapi yaudah kami nurut masa berantem berantem. Wah ternyata aku boleh masuk nih.
Ternyata di dalem ruangan itu (sepertinya) beliau-beliau ini membicarakan masalah rencana pengembangan X, kalau kata Hanan semacam musrenbang tapi buat prodi X haha. Bapak yang memimpin rapat (yang juga mempersilakan kami masuk ke rapat) itu memberi intro bahwa minggu ini X renovasi, ada studio RK sebagai tempat yang harus dipakai sementara pengerjaan renovasi dan kami ini beberapa mahasiswa RK. X berusaha memberi solusi dengan menyediakan ruangan dosen untuk barang-barang kami sampai dengan sebelum masuk perkuliahan.
Oke dari pihak Radio Kampus ada yang mau disampaikan, kata Bapak yang memimpin rapat.
Masih dengan mindset sama yang dibawa, aku menjelaskan bahwa kemarin kami sudah mencoba ke sarpras dst. Kalau mau, bisa diskusi bersama dengan sarpras LK juga agar semuanya jelas. Mungkin kalau kami ke sarpras lalu kami ke X ada sesuatu yang penyampaiannya berbeda.
Dosen disana ada beberapa termasuk kaprodi X dan pembimbing kami. Secara ringkas, menurut beliau-beliau ini fakultas punya hak akan ruangan di gedung yang kami tempati saat ini. Surat dari fakultas saja sudah cukup otoritasnya kalau memang mau membuat kami pindah. Tapi pihak X masih baik sama kami makanya masih diizinkan berkegiatan.
Pembimbing kami yang juga ada disana menambahkan bahwa awalnya studio RK berada disana karena memang keadaan saat itu darurat dan ruangan di X bisa dipakai berdasarkan kebaikan hati beliau (tanpa ada dokumen resmi). Beliau sebagai pembimbing juga berusaha mengontak ketua LK namun tidak terlalu digubris sehingga keadaan yang sekarang sudah sangat terpaksa harus terjadi.
Konklusinya, menurut dosen X silakan kru RK mau membuat ini berjalan lancar dan damai dengan segera memindahkan barangnya atau kalau masih ngotot sebenernya ITB bisa jadi menyorot kasus ini lalu X tetap mendapatkan tempat karena memang utamanya kampus untuk kegiatan pendidikan (dan juga kami gak punya sesuatu dokumen yang menyatakan secara resmi tempat kami berada disana sih).
Setelah 10-15 menit sesi itu kami dipersilakan untuk keluar.
Belakangan aku dapet kabar bahwa ada dosen yang mengeluh dengan keberadaan kami pada saat diskusi. Sangat tidak sopan, disampaikan lewat asisten dosen. Padahal aku udah sebisa mungkin ngomong dengan nada halus runtut menjelaskan dan tidak memotong pembicaraan. Kami cuma ngomong kalau dipersilakan, yang membuat ketika kami berada disana lebih banyak mendengar paparan dari dosen X dibanding berbicara. Entahlah, 4 orang temanku disana pun menjadi saksi seperti apa keadaan yang terjadi.

---

Jadi gini toh...

Begini rasanya jadi warga yang digusur.

Yang bertahun-tahun nyaman di lahan yang ternyata izinnya ga ada, punya orang lain. Kami pikir kami harusnya disitu, karena memang dibiasakan disitu. Tapi bedanya kasus penggusuran kami ini digusurnya gak dapet kompensasi sih :p

Eh salah ini mah radio sebelah
Ini nih,
Sedih banget sebenernya, RK itu tempat yang bener-bener ngebentuk aku selama di kampus. Dari tahun pertama banget kenalnya sama RK. Jadi Music Director, Teknisi, Announcer, Reporter, semi-Produser juga pernah. Tidur di studio RK, internetan di studio RK, ngeceng anak RK juga. Terlalu banyak kenangan disana dan aneh banget rasanya tempat itu hilang begitu saja. Tapi ya memang kondisi kami seperti flat shoes, ga punya hak.

Sisanya, keputusan ditentukan sama direksi. Dari arah pembicaraan pasca ikutan menjadi bagian rapat itu, mau ga mau memang RK harus mencari tempat lain untuk bernaung. Aku sebenarnya sebagai kru yang gak punya kuasa apa-apa udah menyerahkan kebijakan sama direksi aja. RK tidak lagi sama, bedanya bakal jauh. Berubah itu memang pasti, walau ternyata pada prosesnya tidak mengenakkan. Segala kekacauan ini mudah-mudahan memberikan banyak pelajaran sama kru RK. Gak setiap saat kan berkesempatan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah kompleks di lapangan selama jadi mahasiswa :))

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Tweets