Bandung Innovation Festival 2017

5:25:00 PM

Gelang yang wajib dipakai pengunjung
Jumat dan Sabtu (1-2 Desember) yang lalu baru saja diadakan Bandung Innovation Festival 2017 di Sasana Budaya Ganesha. Acara tersebut dihadiri oleh beberapa pembicara keren seperti Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Rene Suhardono (Founder Limitless Campus) dan Ilham Habibie (Kepala Tim Pelaksana Dewan TIK Nasional). Selain diisi dengan sesi talkshow, acara ini juga diisi oleh beberapa stand seperti inovasi produk makanan, transportasi maupun inovasi produk digital. 
Sebelum membahas pembicaraan yang berada di dalamnya, ada beberapa stand yang cukup menarik perhatian. Sebut saja sepeda kayuh, sebuah sepeda yang badannya dibuat dari kayu karet. Kayu ini biasanya dijual menjadi kayu bakar atau dibuang begitu saja, namun ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan sepeda. Sepeda ini pun tersedia dalam model sepeda biasa dan sepeda listrik. Dengan desainnya yang stylish ini diharapkan lebih banyak orang Indonesia yang bersepeda.

Salah satu Sepeda Kayuh yang rangkanya berbentuk pulau Bali

Selain itu, ada pula produk AR keluaran Octagon Studio. Dengan aplikasi mereka, kita dapat membuat objek di perangkat mobile dalam bentuk 3D seperti kita membuat LEGO. Kita juga dapat menaruh objek yang sudah dibuat tadi ke seolah-olah di dunia nyata dengan teknologi Augmented Reality. 
Octagon Studio yang memperkenalkan produk Augmented Reality nya
Nah ada beberapa stand lagi disana seperti Bio Bus yang membuat sabun dan bahan bakar dari minyak jelantah, SVARA yang merupakan aplikasi radio untuk membuat dunia radio naik kembali, dan beberapa stand makanan yang menarik untuk dicicipi selagi acara. 

Di hari pertama ada beberapa sesi yang saya catat. Sesi pembicaraan yang menarik dibuka dengan paparan Design Thinking dari Labtek Indie. Labtek Indie sendiri adalah perusahaan yang fokus untuk membantu proses design thinking terutama produk digital. Perusahaan ini dimulai dengan riset yang dilakukan pada saat angkot day yang mereka namakan riset indie hingga sekarang sudah berbentuk perusahaan. 
Berbicara mengenai inovasi, ada tiga kata kunci yaitu ide, value, dan impact (untuk pengguna/pasar). Inovasi sendiri adalah irisan dari Desirability (aspek manusia), Viability (aspek bisnis/keberlanjutan) dan Feasibility (aspek teknologi). Salah satu cara yang bisa dipakai untuk memunculkan inovasi adalah Design Thinking. Walau belum tahu mengenai Design Thinking, namun banyak hal-hal di Bandung yang sebenarnya dilakukan dengan cara ala Design Thinking .
Tahap-tahap yang dilakukan pada design thinking adalah: 
  • Emphatize --> berempati dengan orang yang anda desainkan. Biasanya ini melibatkan turun langsung ke lapangan
  • Define --> masalah yang dialami oleh orang yang anda desainkan itu apa? Coba buat problem statement yang jelas disini
  • Ideate --> Metode untuk memunculkan ide. Bisa dengan FGD, Post-It, dan beberapa Idea-Generation Technique yang bisa dieksplorasi. Biasanya yang digunakan adalah dengan post-it, menggunakan pemikiran Divergent (luas) -> convergent (mengerucut) -> iterate (mengulang proses kembali) 
  • Prototype --> Membuat skala kecil dari solusi, sebelum benar-benar diimplementasikan. 
  • Test --> Produk yang dihasilkan tentu diuji dong ke pasar/pengguna yang ditargetkan
Nah proses-proses itu katanya non-linear.

Kang Helmi cerita anak-anak SD juga bisa buat IoT IoT an dengan perangkat sederhana
Di sesi berikutnya ada Kang Helmi dari DycodeX yang menjelaskan mengenai maker movement. Biar mendemokratisasi membuat sesuatu katanya. IoT Bandung Developer Day dimulai awalnya acara yang kecil di Dicoding, kemudian menjadi besar dan gelaran terakhirnya Republic of IoT dilaksanakan di BDV dengan hackaton IoT yang hadiahnya tidak kecil, bahkan setiap kelompok peserta hackaton IoT diberikan perangkatnya sendiri.
DycodeX juga membuat hardware untuk perangkat IoT yang mudah diakses bernama Espectro. Hardware tersebut dibuat setelah belasan iterasi untuk menghasilkan produk yang mudah dan lengkap, orang yang make tinggal coding aja gausah ribet nyolder karena semuanya tinggal colok. Mereka juga membuat makestro yang memberikan resource masalah IoT dalam bahasa Indonesia, harapannya lebih banyak anak Indonesia yang bersemangat untuk bikin sesuatu.

Didi Diarsa, Founder Kayuh

Inovasi di transportasi menjadi pembicaraan di sesi selanjutnya. Didi Diarsa, membuat sepeda Kayuh yang berasal dari kayu sisa dan kuat untuk digunakan. Bersama Pak Didi, ada juga Bli Aga yang mewakili Green School Bio Bus, inovasi bus yang dijalankan dengan minyak jelantah. Intinya, orang-orang seperti ini selalu ada namun sulit untuk mengedukasi masyarakat, apalagi mendisrupsi kebijakan dan kepentingan korporasi. Dan untuk memunculkan inovasi-inovasi biasakan untuk jalan-jalan dan berkumpul dengan orang yang positif sehingga bisa banyak kolaborasi.

Rene Suhardono tidak dapat hadir pada kesempatan kali ini namun diwakilkan oleh tim Limitless Campus karena terjebak macet dalam perjalanan Jakarta-Bandung. Limitless Campus merupakan gerakan yang mendefinisikan ulang pendidikan, menekankan belajar bisa dimana saja dan memberikan kelas-kelas powerful yang menghasilkan gerakan dari pesertanya. 

Sesi hari pertama Bandung Innovation Festival ditutup dengan cara memasarkan brand Indonesia ke internasional dengan pembicara dari BukaLapak dan Kuassa. BukaLapak sendiri fokus untuk pengembangan bisnis yang jelas punya misi, merangkul komunitas hingga saat ini sampai pada status unicorn. Sementara itu Kuassa merupakan produk perangkat lunak musik yang pasarnya sangat niche, sehingga cukup mudah untuk memasarkan produk tersebut lewat forum-forum di internet. Karena tim dari Kuassa juga merupakan orang yang berkecimpung di dunia musik, mereka mengerti permintaan pasar dengan sangat baik. Kuassa sudah banyak dipakai oleh musisi internasional, namun tidak banyak pasarnya di Indonesia karena angka pembajakan sendiri masih lumayan tinggi disini.
Kedua perusahaan ini pun berbeda karena BukaLapak mengandalkan funding, sementara Kuassa melakukan bisnisnya secara bootstrapping alias modal sendiri. Dengan adanya funding tentu perusahaan dapat berekspansi lebih cepat dan kadang mengikuti arahan investor untuk pengembangan yang lebih besar sementara keunggulan dari perusahaan yang melakukan bootstrapping adalah keleluasaan untuk tetap pada idealisme yang dimiliki tim.


Secara umum, acara ini bagus untuk menambah wawasan dan menggali informasi mengenai apa yang sedang terjadi di Bandung dan Indonesia akhir-akhir ini mengenai masalah inovasi, dan gratis loh. Sangat disayangkan peserta yang hadir di Sabuga (yang 3000 orang di dalamnya duduk juga muat) cuma diisi sebagian kursi di tengah aja sepanjang acara, sungguh merupakan tempat acara yang mubazir. Mungkin memang acara yang begini kurang menarik perhatian warga Bandung, coba ditambah ada musiknya gitu ada Tulus atau Raisa nyanyi kayanya bakal jauh lebih rame kali ya (FYI, kakaknya Tulus jadi pembicara juga ngomongin Tulus company cuma saya ga dengerin itu karena di hari kedua). 

Di hari kedua, katanya ada Ridwan Kamil dan pengumuman pemenang lomba dari iuran.id. Nah ini harusnya lebih rame sih ya hari kedua tapi ternyata waktu saya liat bentar ga terlalu rame juga :( 
Semoga acara-acara kayagini kedepannya bisa lebih menarik dan memikat warga Bandung deh ya~

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Tweets